Yudi baru tiga bulan menikah dengan Rahel. Mereka tinggal di sebuah rumah peninggalan kedua orang tuanya, bersama dengan adiknya Hendi. Yudi mendapat tugas dari kantor, untuk perjalanan dinas keluar kota selama dua bulan. Sebelum pergi, ia meminta Hendi untuk menjaga kakak iparnya.
Rahel dan Hendi seumuran, sehingga memudahkan mereka untuk cepat akrab dan menjadi dekat. Mereka sering bercanda layaknya teman. Kadang- kadang Hendi juga membantunya membersihkan rumah, dan sering menemaninya pergi belanja.
Kedekatan mereka membuat orang lain menjadi curiga, apalagi mereka hanya berdua dirumah. Dugaan orang- orang semakin kuat begitu mengetahui Rahel hamil.
Gosip- gosip bahwa mereka memiliki hubungan gelap mulai tersebar dengan cepat. Orang- orang mengatakan bahwa janin yang di kandung Rahel adalah hasil dari perselingkuhannya dengan Hendi selama suaminya tidak ada.
Yudi baru satu bulan berada di luar kota, saat kabar bahwa Rahel dan Hendi mempunyai hubungan gelap di mana sekarang Rahel sudah hamil, sampai ketelinganya. Ia sangat marah dan segera pulang.
Setibanya di rumah, tanpa menunggu penjelasan dari istrinya, ia langsung menampar Rahel dan memakinya dengan kata- kata kotor. Hendi yang berusaha untuk menenangkan kakaknya malah di tendang. Hendi hendak berdiri tetapi ia terlambat untuk menghindari tikaman pisau kakaknya.
Pisau itu menancap tepat di jantung Hendi. Yudi pun menyumpahinya, " Matilah kau, pengkhianat! Dasar manusia tak tahu diri, aku sangat mempercayaimu tetapi kau tega menusukku dari belakang. Apakah tidak ada perempuan lain, sehingga istri kakakmu sendiri kau ambil!!?"
Hendi jatuh terkapar dengan darah yang mengucur deras, ada penyesalan dan kesedihan dari tatapan matanya. Tetangga yang datang melerai segera membawa Hendi ke rumah sakit. Sambil menangis Rahel berusaha berbicara, " Anak di dalam kandunganku sudah satu bulan satu minggu, jadi aku hamil sudah seminggu sebelum kamu berangkat. Aku mengetahuinya saat kamu sudah di luar kota, aku dan Hendi berencana memberitahumu setelah pulang. Kami tidak pernah sedikitpun berniat mengkhianatimu. Aku sudah berusaha untuk menjelaskan itu kepadamu tetapi kamu tidak memberiku kesempatan untuk berbicara." Yudi terkejut mendengarnya, ia segera berlari ke rumah sakit, tetapi saat ia tiba, semuanya sudah terlambat. Hendi sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir sebelum Yudi sempat meminta maaf.
Firman Tuhan mengingatkan kita supaya cepat untuk mendengar tetapi lambat untuk marah. Kemarahan yang tidak terkendali akan menimbulkan banyak kesalahan. Setiap orang harus dapat menguasai emosinya dengan benar, sebab kemarahan tidak mendatangkan kebaikan bagi Tuhan dan juga bagi diri kita sendiri. Hanya Tuhan yang dapat memampukan kita supaya dapat menguasai diri. Mintalah Tuhan menuntun hidup kita!
BERSABAR DI DALAM KEMARAHAN BERAKHIR BAHAGIA
MARAH DI DALAM KEBODOHAN AKAN BERAKHIR DENGAN PENYESALAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar