Salju turun menutupi permukaan bumi. Hari itu adalah hari Perayaan Anak Perempuan di Jepang.
Mikio Okada mengendarai mobilnya menuju sekolahan anaknya. Ia sudah memesan kue dan mendekorasi rumahnya dengan sangat indah untuk merayakan hari itu bersama sang putri tercinta.
'' Kado apa yang Ayah berikan untukku?'' tanya Natsune dengan rasa penasaran. Ia sudah tidak sabar ingin mengetahui kado apa yang sudah disiapkan untuknya. Badai salju semakin besar dan menutup permukaan jalan hingga mobil mereka terjebak di tengah jalan, sedangkan rumah mereka masih cukup jauh.
Mikio memandang Natsune, putrinya yang masih berusia 9 tahun. "Sayang, mobil kita tidak bisa melewati salju ini. Ayah akan menggendongmu dan kita pulang dengan berjalan kaki ke rumah," kata Mikio. "Ayah aku takut. Udaranya dingin sekali," jawab Natsune dengan posisi kaku sebab penghangat di mobil itu seolah tidak berfungsi.
Terpaan angin dingin semakin kencang hingga mencapai 109 km per jam membuat udara berada di angka minus enam derajat Celcius. " Percayalah kepada Ayah, kita akan selamat karena Ayah akan menjaga dan melindungimu, Nak." kata Mikio untuk meyakinkan putrinya.
Akhirnya sang ayah berjalan melawan badai itu sambil menggendong putrinya. Udara dingin semakin mencekam dan Natsune sudah menggigil kedinginan. Mikio segera membuka jaketnya dan menutupi badan anaknya itu. Perlahan- lahan mereka berjalan melewati bangunan kota itu.
Namun baru 300 meter dari mobilnya, kaki Mikio sudah tidak bisa bergerak, terpaan angin membuat badannya menjadi kaku.
Ia segera menyandarkan badan Natsune ke tembok dan melindunginya dengan tubuhnya sendiri. Mikio mencoba untuk tetap membuka matanya dan tersenyum pada putrinya, untuk memastikan putrinya aman. Tetapi lama kelamaan dia tidak sanggup untuk membuka matanya lagi, dan akhirnya meninggal. Esok harinya saat Mikio ditemukan oleh tim penyelamat, tubuhnya sudah tidak bernyawa
Kue, kado dan pesta yang disiapkan oleh sang Ayah tidak berarti lagi. Natsune menangis memeluk jenazah ayahnya. "Inikah kado yang ayah siapkan dengan mengorbankan nyawa untukku?', jerit Natsune saat menyadari bahwa ayahnya telah tiada. Kado yang disiapkan oleh sang ayah bukan lagi berupa boneka panda kesukaannya. Namun , pengorbanan nyawa untuk menyelamatkan nyawa anaknya dari bencana. Itu adalah kado terbesar dari sang ayah bagi Natsune.
Jika demikian besar kasih Mikio kepada putrinya, maka kasih Tuhan jauh lebih besar lagi. Kasih Tuhan yang telah berkorban bagi kita diatas kayu salib menunjukkan betapa Ia sangat mengasihi umatNya. Kini, Tuhan hanya ingin kita selalu mengucap syukur untuk segala kebaikanNya dengan mengasihi Tuhan. Ia tidak menginginkan pengorbanan nyawa tetapi hati kita yang selalu merindukan kehadiranNya, itulah yang di harapkan Tuhan.
TIADA KASIH YANG LEBIH BESAR SELAIN KASIH SEORANG BAPA KEPADA ANAK- ANAKNYA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar